Free Banana Dancing ani Cursors at www.totallyfreecursors.com
Bani Menulis dan Bercerita: Juni 2011

Sabtu, 25 Juni 2011

H Plus 2+3 Meritnya saya

Hari kedua menikah

Pagi-pagi, pas saya lagi asyik2nya bermesraan sama laptop saya, ada sms masuk di HP. Dari kakak saya yang pertama

“Amah, udah buatin air minum dan sarapan buat suaminya?”

Deg… Haddohh, baniiiii… stupid alaipid wasaipid dahhh
Dengan muka bego, saya termenung membaca sms itu. Iya ya, baru mikir, kan aku dah jadi istri, mustinya nyiapin sarapan ya buat suami. Tak sampai 1 menit, saya langsung turun ke lantai bawah, ambil gelas, menuangkan secangkir kopi susu yang sudah mama buat di bawah( hehe, jd gak perlu capek-capek buat khan?) plus cemilan dan kue-kue buat sarapan sang suami. Duh,,, lega.. akhirnya gak malu-malu banget sama dia ( untungnya diingetin sm kakakku.. thanks ya mbak Sida..) gak asik kan, hari kedua jadi istri, malah gak ngerti ama tugasnya sendiri…..Ahiak~ahiakk…


Hari ketiga menikah.


Pas mau mandi, daku liat pakaian suami terendam di tempat cucian. Adduhhh… menepuk jidat sambil geleng-geleng kepala. Ternyata tugas istri kan juga harus ngurus pakaian suami ya. Ya ampun, ada 5 menit kali saya keluar dari kamar mandi, cuma mikirin daftar pekerjaan yang sebaiknya dilakukan ketika sudah berstatus jadi “Istri”.


Hari-hari setelahnya, udah bisa di tebak kan? Hehe, saya mulai mahir lah jadi istri. Sudah beli buku-buku resep masakan, majalah seputar keluarga, silaturahim sm keluarga dan kawan yang sudah menikah, buat dapet pelajaranlah. Gitu ceritanya…


Ya gitu deh pemirsa. Padahal dulu2nya pas blm merit, udah tau juga tugas2 istri itu apa ajah. Aneh aja, baru nyadar pas udah nikah gitu. Abisnya, rasanya sedikit aneh, yg dulunya kita bertahun-tahun ngurus diri sendiri, itu pun masih gak genah. Sekarang harus nambah 1 urusannya… deuuu..
Yang dulunya kemana-mana terserah diri melangkah, sekarang kudu ijin dulu ma suami.. pokoknya beda deh.

H Plus Satu Pernikahan Saya

11 Juli 2010

Perempuan itu menatap si lelaki dari pantulan cermin yang berada tepat di depannya. Mereka bercanda, tertawa, dan tampak masih malu-malu. Sepertinya sedang bahagia. Tentu saja, karena mereka baru saja mengikat tali cinta mereka dalam sebuah ikatan suci bernama “Pernikahan”. Pikirannya melayang pada moment yg baru saja berlalu, akad nikah tadi pagi masih menyisakan getar di hatinya. Bagaimana tidak, beberapa saat yang lalu, ketika” ijab kabul” di perdengarkan kepada penduduk langit dan bumi. Dua kalimat sederhana yang merubah segalanya. Sejak itu, menjadi halal-lah apa-apa yang sebelumnya di haramkan. Detik itu juga, si perempuan berubah status dari seorang gadis menjadi seorang istri. Tak luput si lelakipun, akan berubah statusnya menjadi seorang suami. Masing-masing punya tanggung jawabnya.

Begitu sakralnya, sehingga dengan sangat indah Allah mengabadikannya dalam AlQur’an sebagai “mitsaqan ghalidzha [perjanjian yang kuat]. Hanya tiga kali kata ini disebut dalam al-Quran. Pertama, ketika Allah membuat perjanjian dengan Nabi dan Rasul Ulul ‘Azmi [QS 33 : 7]. Kedua, ketika Allah mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan Allah [QS 4 : 154]. Dan Ketiga, ketika Allah menyatakan hubungan pernikahan [QS 4 : 21].


Subhanallah… berkali-kali tasbih, tahmid, tahlil, takbir, terucap seusai akad!! Sebuah perjanjian yang menghalalkan keduanya, yang berjanji untuk beribadah kepada Allah, untuk saling mengasihi dan menghormati, saling mencintai dan menghargai, untuk saling menguatkan, saling menasehati, saling setia dalam suka dan dalam duka. Mencintai kelebihannya sekaligus kekurangannya. Saling melindungi dan menutupi aib, saling merindu dan mengasihi…


Perempuan itu masih menatap si lelaki. Dalam hatinya, ia memohon kepada Tuhan agar diberi kekuatan cinta dalam mengarungi biduk rumah tangga. Agar si lelaki, yang menjadi imamnya saat ini dan sampai nanti, tetap mencintainya… lagi dan lagi. Terus menerus begitu..


Hmm, jadi inget, di blog seorang kawan pernah mengutip kata-kata dari seorang Jalaluddin Rumi (penyair dan tokoh sufi terbesar dari Persia):

Di mata orang bijak, langit adalah laki-laki dan bumi adalah perempuan; bumi memupuk apa yang telah dijatuhkan langit.

Apabila bumi kekurangan panas, langit mengirimkannya; apabila ia kehilangan embun dan kesegaran, langit memperbaruinya.

Langit berkeliling, laksana seorang suami yang mencari nafkah demi istrinya. Sedangkan bumi sibuk mengurus rumah tangganya; ia merawat yang lahir dan menyusui apa yang telah ia lahirkan.

Anggaplah bumi dan langit sebagai makhluk yang dianugerahi kecerdasan, karena mereka melakukan pekerjaan makhluk yang memiliki kecerdasan.

Jikalau pasangan ini tidak merasakan kebahagiaan antara satu dan lainnya, mengapa mereka melangkah bersama laksana sepasang kekasih yang saling mencinta?

Tanpa bumi, bagaimana bunga dan pepohonan akan tumbuh? Lalu, air dan panas langit akan menghasilkan apa?

Karena Tuhan meletakkan gairah dalam diri lelaki dan perempuan, maka lewat persatuannya dunia terselamatkan


H min Satu Pernikahan Saya

Jumat, 9 Juli 2010
Jam dinding tepat di 20.17. Saya sendirian. Dikamar pengantin. Semua sibuk mempersiapkan pesta pernikahan saya yang akan dilaksanakan besok (Sabtu, 10 Juli 2010). Saya melihat kesibukan mereka satu persatu. Di luar, kaum bapak sibuk memasang tenda. Di ruang tengah, kaum remaja sibuk membuat manggar, di dapur kaum ibu sibuk mengiris bawang, memotong daging, menggoreng, memanggang. Semua bekerja, semua sibuk. Sejenak, saya tersenyum, bahagia. Senang. Senang sekali rasanya. Saya memberikan senyum terbaik kepada setiap orang yang saya temui baik didapur, di teras, di ruang tengah. Bersyukur, Allah mengaruniakan kepada saya keluarga yang utuh, saudara-saudara yang peduli, teman yang menyayangi saya.

Esok, adalah hari bersejarah bagi saya. Sebuah episode kehidupan yang sebagian besar pasti dilalui tiap manusia. Menikah. Lalu apa yang membedakannya? Proses. Ya, proses mereka menikah dan bagaimana mereka menjalani hidup bersama. Konon, semakin dekat kita dengan seseorang, semakin mudah kita menyakiti dan melukainya. Kedekatan secara emosional adalah alasan yang tepat. Mungkin. Ini mungkin loh. Maka, saya memohon kepada Allah dalam tiap-tiap sujud, agar esok, setelah kami resmi menjadi suami istri, kami mampu mengawali kehidupan kami yang baru dengan cahaya kasih yang melimpah. Agar Allah membentangkan jalan rahmat-Nya disetiap langkah yang kami tempuh.

Rabb... Bimbing kami agar semakin mengimani-Mu. Berikan kami kekuatan disetiap cobaan, beri kami kesabaran dalam menghadapi segala suratan takdir-Mu. Beri kami kelapangan hati di setiap kesempitan hidup. Tak sedikitpun kekuatan yang kami miliki, kecuali Engkau memberikannya. Limpahkan kami keluhuran budi dan keindahan akhlak.
Tuhan yang Maha Baik, beri kami kebaikan di setiap jenak kehidupan kami. Karuniakan kepada kami rasa cinta dan kasih sepanjang hidup kami. Berkahi setiap keputusan yang kami ambil. Limpahkan kepada kami kekuatan untuk saling memberi dan memaafkan, saling mengerti dan mendengarkan. Lengkapi rasa cinta kami dengan kehadiran anak-anak yang Kau titipkan kepada kami kelak. Jadikan mereka anak-anak soleh dan solehah, yang tahu siapa Tuhannya, yang mampu memberikan segala yang terbaik untuk agamanya, untuk orangtuanya, untuk tanah airnya. Hiasi akhlak kami dengan akhlakul karimah.
Allah yang Maha Mengetahui Segala yang ghaib, tak sedikitpun kekuatan yang kami miliki untuk menyingkap takdirmu, untuk meraba masa depan. Yang kami bisa lakukan hanyalah sebuah rencana. Bahkan itu pun seringkali salah langkah. Maka, bimbing kami ya Rabb, beri kami kecerdasan dalam mengambil keputusan untuk masa depan kami. Amin..


Jumat, 17 Juni 2011

Kehadiran Calon Menantu

Malam itu, malam yang mendebarkan bagi saya. Hari Sabtu, tanggal enam maret duaribu sepuluh. Seorang lelaki sederhana berniat bertandang ke rumah saya. Awalnya saya gak nyangka, kalo dia serius mau silaturahim ke orang tua saya, memperkenalkan diri sebagai kandidat calon menantu Ayah saya. Hehe...

Sebetulnya sudah lama sih dia menyatakan “cinta” nya itu :D, cuma masih mikir, investigasi, nanya sana sini, berbagai pertimbangan, de es be (wakss!!), dan berbagai penelitian lainnya (ggrrhhhhh..!!)

Nah, ketika untuk kesekian kalinya, dia bertanya lagi, apakah saya mau jadi istrinya.. Hm, jadi langsung saja saya bilang, kalo’ mau nembak cewek itu, kudu sama orang tuanya langsung, Gentleman gitu dey!

Dengan asalnya saya ngomong gituh ke dia. Eh, beberapa hari kemudian, dia sms kalo dia mau silaturahim sama keluarga saya.. Matilah saya, bingung gak bisa bilang apa2, sudah terlanjur mempersilakan dirinya untuk main kerumah.

Nah, tepat hari sabtu tanggal 6 Maret 2010, pas malam minggu, untuk pertama kalinya dia maen kerumah saya, dan langsung bawa ayah, abang dan adeknya yg cowok (untungnya gak bawa kucingnya dia yg juga kebetulan berjenis kelamin jantan..Huehuehue…).

Hati kebat-kebit.. biasanya yg maen kerumah saya mah banyak temen perempuan aja, kalo ada yg cowok, paling kawan 1 organisasi, atau cowok yg lagi PDKT sm saya..hihihi..


Tidak ada obrolan istimewa, apalagi yang berhubungan sama rencana menikah. Pertemuan itu pure hanya silaturahim biasa. Pun, saya katakan sm dia, tunggu jawaban dari orang tua, apakah mereka setuju kalo saya menikah sama dia.
Singkat cerita, keluarga kami menyetujui, dan proses lamaran pun dilaksanakan tepat 3 minggu setelahnya, hari Sabtu 27 Maret 2010. Pas malem minggu juga tuh.